sepenggal masalalu
Kejadian ini bermula 23 tahun yang lalu.. Hari minggu, Saat seorang
wanita yang tengah hamil tua sedang melakukan pekerjaan rumahnya,
suaminya sedang merapikan halaman rumahnya yang penuh dengan bunga.
" bang.. bang.. " sang istri berteriak kencang memanggil sang suami
" kenapa dek ?" sang suami buru-buru meninggalkan semua pekerjaan yang
dilakukannya berlari mendatangi istrinya, takut terjadi apa dengan
istrinya. Dilihatnya istrinya sudah terduduk lesuh dengan air ketuban
yang sudah mengalir diantara selangkangannya. Dengan muka pucat pasih
sang istri menahan kesakitan. Saat hendak dibawa kerumah sakit, sang
istri sudah tak sanggup. Akhirnya sang suami memanggil bidan terdekat di
daerah rumahnya.
Setelah sekian lama berjuang dengan maut, lahirlah seorang anak wanita
yang mungil dan menggemaskan.. yang menjadi tumpuan hidup dan harapan
bahagia mereka.. yaa.. harapan yang mereka tak tau akan seperti apa..
Anak perempuan itu adalah aku " Queensha Cahaya Syurga ", ini adalah
kisahku.. kisah yang aku tutup rapat selama bertahun-tahun dalam hidupku
dan kini aku buka semuanya disini dengan sisi lain dariku, dan biarlah
kisahku dikenang dengan beberapa orang agar menjadi pelajaran bagi semua
wanita sepertiku..
Aku merupakan anak tertua dari 4 besaudara, Ayahku mempunyai usaha
dibidang karet dan kelapa sawit, beberapa aset perkebunan sebagai
penyokong hidup kami, ibuku seorang ibu rumah tangga yang selalu
berusaha menjadi istri yang baik bagi ayahku. Aku tinggal diperkampungan
kecil namun menyenangkan, dengan berkerumun perkebunan karet dan kelapa
sawit, sesekali saat usiaku beranjak 6 tahun ayah mengajakku memantau
perkebunannya, tentunya sambil berburu burung hutan atau mencari
buah-buahan yang sengaja ayah tanam disekitar kebunnya.
Ayah dan ibu selalu mengajarkan aku keserdahanaan begitupun dengan
adik2ku, jika kau ingin sesuatu maka berusahalah maka kau akan
mendapatkannya.. yaa.. Orang tuaku berbeda, tak ada kata mainan gratis,
permintaan dikabulkan atau jajan sembarangan, bermain berlebihan.. tak
ada.. Semua terkontrol dengan baik tanpa sedikitpun kekerasan, karena
mereka mengajarkan kelembutan..
Terlintas dalam benakku saat masih SD, sungguh indah hidupku.. aku akan
terus menjadi anak yang baik dan membanggakan ayah/ibuku sampai aku
dewasa kelak..Janji dalam hati yang tak bisa kutepati dan hanya bisa
kuratapi..
Hidup kami bahagia, sangat bahagia.. Kami berkebun bersama di halaman
rumah, memasak bersama, bercanda bersama dalam kesederhanaan.. sampai..
semua cobaan itu datang satu persatu.. ya semuanya datang satu persatu..
Hidupku yang tadinya indah dan bahagiah.. kini mencoba bertahan hidup
dan bahagia..
Tahun 1999 - 2000
Setelah kejadian yang menggemparkan di tahun 1998, saat itu usiaku masih
kecil jadi maaf kalau lupa, kemungkinan masih ada yang ingat kejadian
ditahun 1998 itu.. Tahun setelah kejadian itu sekitar 1999 - 2000, Usaha
ayahku mengalami kebangkrutan yang teramat parah.. semua usahanya
hancur tak bersisa, karena aku masih kecil aku tak tau bagaimana asal
muasalnya usaha ayah bisa bangkrut, tapi kemungkinan besarnya ditipu..
Itulah cerita yang aku tau saat aku dewasa..
Ayah dan ibu memutar otak untuk bertahan hidup saat itu, ayah masih
mempunyai beberapa kebun yang bisa diselamatkan dari kebangkrutannya..
yang dahulu tanah sekampung hampir semua menjadi milik ayah, sekarang
hanya secuilnya saja yang bisa ayah miliki, aku sudah tak pernah diajak
kekebun dengan berbagai alasan ketika aku merengek minta kesana.
" yah.. besok kebun ya.. kan kakak libur.. udah lama nggak main dikebun "
aku merengek ke ayah, setelah 2 bulan tak pernah kekebun " mau main
sama mita, anak wak apek.."
" udah nggak bisa ke kebun yang disana kak.. ke kebun lain ajah ya " ibu
menjawab dengan lembut, karena kemungkinan ayah sudah terlalu pusing
memikirkan kami
" kenapa ma ?"
" iyaa.. udah bukan punya kita.." ibu menjawab dengan senyum
" tapi kalo main ke mita boleh ma ?"
" boleh kok, asal kakak bilang ya "
" iya ma "
Aku yang sudah mengerti saat itu mencoba diam dan menerima kalau kebun
itu bukan milik kami lagi.. Aku meneruskan membaca majalah b*b* yang
sedang ngetren pada masa itu.. Kulirik ayahku dia mencoba tersenyum
menimang adikku yang lain.. Dan aku tak pernah meminta kekebun lagi
semenjak saat itu.. Ibuku sangat mengerti, bahwa aku memahami
pembicaraan mereka, karena aku mempunyai kepintaran diatas rata-rata
anak seusiaku ( *maaf bukan sombong ), jadi aku bisa paham apa yang
mereka rasakan walau aku masih menonjolkan sisi anak-anakku.
Tahun 2000 - 2002
Ayah mencoba peruntungan berbisnis dengan suami kakak ayah ( Pakde ),
ayah membuka usaha keci-kecilan buah kelapa, menjadi pemasok di pasar
tradisional. Semua modal dari ayah mau itu mobil, modal awal membeli
kelapa bahkan menggaji pekerja. Ayah menjual kebun kami yang lain, walau
ibu punya firasat tak baik.. Ayah mencoba melapangkan hati ibu agar mau
mencobanya.
Bulan pertama semua lancar dan ayah mendapat untung, dan ibu sudah mulai
lega dengan semuanya, sepertinya ini jalan untuk kedepannya.. Namun,
bulan keduanya semuanya sirna.. Pakde tak pernah memberikan pendapatan
selama 3 bulan, ayah memilih sabar karena dia saudara sendiri, ibu hanya
menuruti ayah.. sampai akhirnya ayah mengusut semuanya.. Ternyata semua
hasil dilarikan pakde, bahkan mobilpun kembali dengan keadaan sudah tak
wajar lagi.. Runtuh lah semua harapan ayah/ibu..
Ayah tak punya pendidikan tinggi, ibu lulusan SPG yang tak pernah
bekerja (langsung menikah). Namun, ayah sukses (dulu) sehingga ibu tak
perlu bekerja. Mereka tak pernah mengeluh bahkan bertengkar, mereka
selalu bahagia dalam kesederhanaan yang ada.. Mereka ornag tua yang
terhebat, sangat hebat dimataku.
Karena aku akan melanjutkan sekolah ke SMP, ibu memutuskan untuk
berjualan jamu, memberhentikan semua pengasuh. Bahkan adekku yang
terkecil pun sering bertanya, kemana kakak yang menjaganya.. Ibu hanya
menjawab kalau kakak itu tak bisa sering kemari, hanya bisa sesekali
saja.. Dan dengan sabar ibu menjelaskannnya agar tak menimbul pertanyaan
dan tangisan dari adikku..
Ibu berjualan jamu jam 8 sampai jam 9/10 hanya sebentar, ayah
memfokuskan mengurus hasil kebun sawit yang tersisa.. Kami masih
mendapatkan kasih sayang utuh dari mereka, tanpa mengurangi kehormatan
kami terhadap ayah atau ibu. Ibu, walau ayah tak punya apa-apa lagi, tak
pernah iya membentak bahkan marah kepada ayah.. suaranya pun tak pernah
lebih tinggi dari ayah, bahkan ibu masih selalu menyayangi ayah seperti
dahulu tanpa berubah sedikitpun , memanjakan ayah tanpa ada yang
terkurangi sedikitpun.. Dan ayah, dengan kondisi yang seperti ini tak
pernah emosi bahkan meluapkan amarahnya kepada ibu atau kami.. ayah
justru bersyukur kami ada disampingnya dan itu membuat ayah trus
berusaha untuk kami.
Tahun 2002 aku masuk ke SMP, disini terjadi gejolak jiwa.. Ayah/Ibu
demokratis.. kami dibiarkan memilih sekolah yang kami inginkan. Malam
ini ayah/ibu memilih membahas sekolah yang aku pilih nantinya.
" kak mau masuk mana ?"
" SMP 4 or SMP 1 ma "
" ya udah besok ke SMP 1 dulu baru SMP 4 ajah kak " ayah mengusulkan
" besok kakak diantar siapa emangnya ?"
" mama yang antar, ayah ada urusan besok.." mama menjawab pertanyaanku
dengan senyum " disiapkan ya apa ajah yang mau dibawa besok "
" iyaa ma, sudah kok " Aku sudah menyiapkan berkasku sejak sore tadi, inilah keluargaku.. kami dilatih mandiri sejak kecil.
-------
Setelah mondar mandir ke SMP 1 dan 4, aku memutuskan memilih SMP 4, aku
mendapatkan kelas unggulan disana, itu semua tak ku dapat dengan muda.
Sepulang sekolah, aku membuat sapu lidi pelepah sawit sampai sore hari
untuk dijual ke pasar, terkadang memanen coklat atau pinang dikebun yang
tersisa bersama ayah, sekita jam 4 aku membereskan rumahku yang
tergolong besar dikampung kami, menyapu halamannya sampai semua beres di
jam 5, aku mencuci baju seluruh keluargaku, itulah yang aku lakukan
selama aku dikelas 1 SMP. Ayah dan ibu mencari penghasilan lain, dan
tentu saja ibu membagi waktu dengan adikku, dan aku yang tertua, akulah
yang harus lebih banyak membantu orang tuaku.
Dan kau tau.. aku melakukannya dengan ikhlas tanpa mengeluh, dengan
senyum yang selalu mengembang, karena ayah/ibu selalu memberiku kasih
sayang yang melimpah.
Kelas 2 SMP pekerjaanku sedikit berkurang, adikku yang ke 2 sudah
memasuki kelas 1 SMP, dia membantuku membereskan rumah, sehingga aku
lebih fokus mencari uang tambahan. Waktu itu aku hanya diberi uang jajan
Rp.1000 perhari, itu dari hasil kerjaku sendiri. Aku selalu membawa
bekal, kalau urusan makanan, ibu masih memberikan makanan yang baik
karena kata ibu kalau yang aku makan dan kenakan untuk sekolah tak baik,
aku tak akan pintar. Jadi untuk perlengkapan sekolah dan asupan gizi,
ibu selalu menomor satukan kami walau terkadang ayah dan ibu makan
dengan lauk yang berbeda dari kami.. Ironis sekali memang.. Sampai aku
selalu mengajak ibu makan bareng denganku dan memberikan lauk kami untuk
ayah.. Yaa,, aku anak tertua yang harus mengerti semuanya..
Hal ini berlanjut sampai aku kelas 3.. semakin hari tak semakin membaik
kondisi kami, ayah banting tulang kesana dan kesini, ibu pun begitu..
kami ber 4 bersekolah semuanya.. saling membantu untuk hidup bersama..
dan kami bahagia.. ya bahagiaa..
Tahun 2005 ~
Aku lulus SMP, berharap melanjutkan kejenjang berikutnya dengan harapan
yang besar dan janji kehidupan yang lebih baik.. Namun, jika aku egois
maka adikku takkan bisa bersekolah.. ya aku berada diposisi yang sangat
tak menguntungkan, tapi aku tak menyesalinya.. Karena aku menyayangi
mereka.. Malam ini Ibu memlilih untuk mengajakku mengobrol serius
pertama kalinya dalam hidupku.. Usia yang terlalu muda tuk berpikir
dewasa, tapi aku bisa..
" Kak, nanti mau lanjut dimana ?"
" masih bingung ma, belum tau " Aku menatap TV didepanku.
" kalau nggak usah ngelanjut mau kak ?" ibu bertanya dengan hati-hati,
terdengar suara lemah dan beratnya berkata seperti itu. Aku mengerti.
" iyaa nggak apa ma " Hanya itu yang bisa aku jawab tanpa perlawanan,
kenapa aku tak bisa masuk sekolah atau sebagainya.. mengambil beasiswa
pun tak cukup karena beasiswa tak pernah penuh diberikan oleh siswanya.
dan beruntungnya, tak semua adikku memiliki otak sepertiku, ada satu
adikku yang harus terpaksa masuk diswasta, bukan karena bodoh, dia
cerdas hanya dia malas.. jika di negeri yang bagus tak bisa bermalasan..
dan aku memilih membiarkan adikku untuk janji kehidupan yang lebih baik
dariku.
" Nanti kakak kerja ikut kak sari, bantuin adeknya sekolah ya.. mau kak
?" ibu masih dengan lembut dan lemah bertanya padaku, aku tak berani
memandang matanya, karena aku tau dia akan menangis dan merasa bersalah
atas ku. kupilih tersenyum dan menjawab dengan santainya.
" iya ma, nggak apa ma "
Hening malam itu menjadi saksi perjanjian yang tak terlaksana karena TUHAN mengerti aku ikhlas dalam segalanya demi mereka..
Belum lagi keputusan bekerja itu terlaksana, ibu yang dulunya berjualan
jamu dan menjadi guru honor yang gajinya kadang keluar sebulan atau dua
bulan sekali, kini diterima menjadi PNS dan kami pun sedikit lega..
Setelah ibu mengetahui bahwa ibu telah lulus PNS, ibu mencari informasi
tentang sekolah yang akan aku lanjutan.
Dirumah ayah sudah bahagia dengan senyumnya, ibu memelukku sambil
menangis dan berkata " nggak perlu kak, kakak bisa sekolah lagi " (
lanjutannya skip ya, nggak sanggup ngingetnya) . Saat itu aku sangat
bahagia, tak henti kuucapkan syukur atas semua yang telah TUHAN berikan
kepadaku.. Terimakasih banyak TUHAN.. Setelah berdiskusi aku memutuskan
mengambil SMK, karena SMA terlalu mahal dan SMK juga bisa bekerja setela
lulus.
Adik2ku, tak pernah tahu sampai sekarang semua yang aku rasakan atas
orang tuaku.. biarlah mereka mengetahui masa kecil dan remaja mereka
yang indah.. cukup aku yang menjadi pelipur lara kedua orang tuaku..
Aku akhirnya mengambil SMK terbagus di kotaku, dengan 5 kali tes untuk
masuk kesana dan aku lulus, mendapatkan sedikit keringanan biaya atas
prestasiku.. dan orangtuaku tak perlu membayar lebih, hal ini juga
dilakukan adik ke 2 ku.. saat SMP, dia tak perlu biaya untuk sekolah,
hanya butuh untuk ongkos dan uang saku.. Untuk adik ke 3 dan 4 mereka
masih butuh biaya normal..
Dan aku.. bisa bersekolah sampai SMK.. setidaknya aku akan berjuang
untuk menjadi yang terbaik.. Selama SMK aktivitasku dirumah lebih
terbatas, karena banyak kegiatan wajib di sekolahku, aku sudah jarang
mencari nafkah, namun masih melakukan pekerjaan rumahku.. Aku memutar
otak, ya aku dapatkan.. Aku mengajar les setiap hari minggu atau dimalam
hari dihari senin-sabtu.. Semua usaha aku lakukan demi membantu
semuanya.. dan semua bisa menahan kehidupan saat itu, hingga aku lulus
SMK..
Dan ayah... sudah tak bisa bekerja semenjak aku masuk SMK, ayah sakit..
namun dia merelakan uang berobatnya untuk berbagi dengan biaya aku masuk
sekolah saat itu.. Terimakasih ayah yang mengajarkanku kasih sayang dan
pengertian... dan Terimakasih ibu yang selalu menjadi istri dan ibu
terbaik dalam kehidupanku, Terimakasih adik2ku yang selalu membuatku
tersenyum dan membutuhkanku sebagai kakak yang tegar, aku sayang
kalian.. Apapun akan aku lakukan untuk kalian, walau itu kelam dan
membuatku hina..
next part 2