Adik kedua
2008 ~
Aku akhirnya lulus sekolah, aku berpikir ini pendidikan terakhirku yang
akan aku tempuh.. Namun, aku beruntung dalam belas kasih TUHANku.. Aku
direkomendasikan sekolahku untuk program siswa berprestasi ke salah satu
Univ. ternama di Indonesi, hal yang tak pernah ku bayangkan.. untuk
gadis kampung yang tak punya apa2, bahkan mimpi besarpun tak bisa ku
bayangkan.. Dan sayangnya program siswa berprestasi untuk beasiswa tak
diperbolehkan untukku yang jauh diluar pulau dari kampusku, terpaksa aku
mengambil peruntungan ikut dengan jalur normal.
Orang tuaku hanya mengiyahkan saat aku membicarakannya dengan mereka,
sampai akhirnya aku memang lulus di Univ. tersebut saat mereka
mengetahuinya, kulihat wajah kekahwatiran yang mendalam dalam diri
mereka.. Uang banyak akan keluar, adikku masih bersekolah dan tentu saja
aku akan jauh dar mereka.. Namun mereka tetap membiarkanku memeluk
janji kehidupan yang lebih baik.
Seminggu setelah itu kondisi ayah memburuk, sakitnya semakin parah dan
tak terkendali.. mungkin karena ayah memikirkan tentang biaya
kepergianku atau berat melepasku.. Sebelum berangkat ibu berkata padaku.
" kak, sebenernya ayah dan mama berdoa supaya kakak nggak lulus kemarint tuh.."
" ehm.. kalo nggak dibolehin kenapa kemarin diijinin ikut ma waktu Pak Bar tawarin?"
" maaf kak, mama sama ayah nggak tega nolaknya.. takut kakak bakal sakit
hati dan sedih " dengan suara bergetar mama berkata lirih kearahku
" ma, kok mikir gitu.. apapun yang mama dan ayah mau bakal kakak
lakuin.. jadi lain kali jangan gitu ya ma.. jangan ditanggung sendiri "
aku memeluk mamaku mencoba tegar, jangan menangis, jangan, aku kuat.
Kulambaikan senyum ke arah mama. " mama ikhlas kakak pergi ?"
" jujur kak, mama nggak percaya kakak jauh.. belum bisa ikhlas kak, tapi
apapun itu doa mama n ayah di kakak " mama sudah mulai berderai airmata
" sudah ma.. bismillah.. semua akan baik aja.. kayak kata mama dan ayah "
aku tersenyum menguatkan mama yang semakin tua kurasakan.. wajahnya
sudah tak secera dulu, lebih banyak kerutan dan kekahwatiran dalam
dirinya.. aku harus kuat agar mama kuat dan percaya padaku.
-------------
Keberangkatanku ke Kota rantau tak ada yang istimewa, hanya sajah ayah
lebih lama memandangku dan mencoba menghangatkan suasana kami. Dan mama
mengantarku sampai ke Kota tujuan.. Mama mengambil libur 1 minggu untuk
mengantarku..
Kota yang sangat familiar dengan kekhasannya.. Kota yang bersejarah seperti hidupku disini.. Dan hidupku dimulai dikota ini.
-------------
Kota ini, kota pertama yang menjadi saksi bisu segala dunia kelamku.
Kota yang menjadi saksi bisa cinta seorang gadis kampung yang hina
kepada seseorang yang sangat menghargai dirinya..
-------------
Aku bersepakat dengan Mama, uang saku ku perbulan diberikan Rp. 300.000
sudah termasuk dengan makan, peralatan mandi bahkan semuanya kecuali
uang kost.. dan aku memang harus bisa membagi uang yang diberikan mama
bagaimana pun caranya.. dan memang bisa.
Awal kuliah, aku fokus ke perkuilahan.. memikirkan IP dan fokus
belajar.. sampai semester 2, aku mendengar kabar tak sedap dari adikku
yang ada dirumah.. Malam itu tlpku berbunyi beberapa kali, aku tak
begitu mengeceknya.. Dan saat kulihat, panggilan dari hape rumah..
kenapa.? semalam ini.? Ku tlp kembali ke nomer rumah ku..
" kak " suara isak tangis terdengar dikejauhan malam yang dingin
" odi.. kenapa dek ? ada apa ? " aku semakin cemas mendengar isak
tangisnya.. janungku berdetak lebih kencang.. kucoba tenangkan segala
rasa yang terlintas diotakku.
" ayah kak.. ayah " dia masih menangis tak tenangkan diri.
" ayah kenapa dek ? baik2 ajah kan ? "
" ayah kak.. ayah nggak bangun2 kak " dia masih etrlihat menangis disana
" ayah kenapa dek ? jelasin ke kakak pelan2.. tenangin diri dulu " Aku
mencoba menenangkan diriku.. menjauhkan pikiran jika ayahku telah
tiada.. oh.. TUHAN.. jangan kau ambil dia.. tolonglah.. berikan aku
waktu untuk membahagiakannya.. perlahan odi menarik nafasnya, kudengar
tangisnya mulai tertahan..
" ceritalah.. tapi pelan2 ya.. kalo belom tenang. tenangkan dulu " aku masih mencoba menenangkannya
" ayah nggak sadarkan diri kak, udah 3 hari.. nggak bangun kak trus tadi
ayah kejang kak, kayak mau pergi gitu" dia sudah mulai tenang.
" nggak boleh bilang gitu dek.. ayah masih ada.. " aku sedikit mengeraskan suaraku " kenapa kakak nggak dikabari ?"
" mama nggak ijinin, mama mau kakak fokus disana.. jangan bilang mama
kalo odi tlp ya kak " dia berkata lemah dengan isaknya yang tersisa.
" iyaa.. trus sekarang masih kejang ?"
" nggak kak, cuma odi takut kak.. takut banget "
" tenang di, jangan takut ya.. kakak akan lakuin apapun demi kalian.. biaya ayah gimana ?"
" belum tau kak, semenjak kakak disana semua udah nggak ada.. cuma rumah
dan satu kebun kecil yang ada.. kayaknya kebunnya juga bakal nggak ada
kak "
" yaudah.. odi bantu mama jaga ayah ya.. tenangkan mama.. kabar kak anda dan diar gimana.?"
" kami gantian jenguk ayah kak, dirumah buka toko kecil soalnya.. ini odi sama diar dirumah, kak anda baru pergi kesana tadi "
" diar mana sekarang di ?"
" dikamar, lagi nangis kayaknya.. cuma diem ajah dianya ngurung diri kak "
" ya udah.. odi jagain diar ya.. kuatkan diar, kak anda sama mama.. odi
anak laki2 yang tertua harus bisa buat semuanya tenang, kalau odi
kacau.. odi tlp kakak.. jangan lupa kasih kabar kakak ya.. dan kakak
bisa minta tolong di ?"
" apa kak.? "
" tanya sama mama dengan serius biaya ayah dari mana ?" kalau odi udah tau jawabnya odi kabari kakak "
" kenapa kak ?"
" nggak apa2.. mana tau kakak bisa sambil kerja disini " aku menenangkan suaraku agar odi lebih tegar
" iya kak "
" udah.. istirahat yaa.. besok sekolah.. jangan lupa pesan kakak.. odi harus jagain mereka ya disana "
" iyaa kak "
" kakak tutup yaa di.. "
Aku menutup tlp, bukan karena aku tak mau berlama-lama mengobrol
dengannya dan tak mau mengetahui kondisi keluargaku.. Tapi, karena aku
takkuat menahan semuanya.. aku tak kuat menahan segala kesedihan ini
didepan adikku.. Karena akulah yang akan menjadi tumpuan mereka.. Aku
harus tegar dan bisa menjadi tempat peraduan bagi mereka sejak dulu..
Tahun 2002 ~
" kenapa di ?" aku melihat odi pulang dengan pakaian kusut berantakan,
dia sedikit emnangis.. aku tak pernah melihat dia seperti ini, odi
bukanlah anak nakal.. dia anak yang baik.. dan tak mungkin berkelahi.
" nggak apa kak ?"
" eeh.. jawab dek.. atau kakak bilang mama.. kenapa ? hah ? siapa yang buat ?" aku bertanya dengan nada tegas.
" yono kak, anak kelas 6.. dia ngompas aku.. nggak aku kasih.. akhirnya diajak berantem " (ngompas : malak)
" dimana dia, masih disekolah ?"
" masih kak "
ya udah masuk mandi, bajunya sendiriin biar kakak bilas nanti.. mama nanti kakak yang ngomong "
" kakak mau kemana ?"
" udah.. odi masuk ajah geh, beresin badannya "
Aku bergegas meninggalkannya menuju ke sekolahan, sekolah kami jaraknya
hanya beberapa ruma dari rumahku.. Kucari anak yang bernama yono.. Aku
peringatkan dia, tapi karena dia nyolot.. Yasudahlah, aku pun berantem
dengannya. Dan sisi yang paling menyeramkan dalam diriku, saat aku
membayangkan keluargaku tersakiti aku akan menjadi buas walau dia
laki-laki.. Aku menang tapi tak telak, cukuplah membuatnya jerah dan
kapok.. Aku menyuruhnya besok meminta maaf pada odi dan dia
menurutinya.. Dan odi.. adik kecilku yang lucu selalu membalas dengan
senyum lemahnya..
" kak, semalam kakak apain yono ?"
" eh.. nggak ada.. cuma bilang minta maaf ke odi, jangan ngompasin odi lagi "
" nggak berantem kan ?"
" nggak kok, percaya ya "
" iyaa.. makasih ya kak, dia tadi minta maaf sama odi "
" iyaa.. lain kali kalo ada yang nakalin, bilang aja " aku mengelus
rambutnya yang gundul, jika ada waktu.. aku selalu menemani adik2ku
mengerjakan PR jika mama dan ayah tak ada.. Dia melanjutkan mengerjakan
PRnya kembali.. Dia lebih tenang dan bahagia sekarang..
NEXT PART 3